AKU DAN DIRIKU
Menurut saya konflik adalah ketika adanya pertentangan – biasanya secara pendapat – didalam diri kita, antar individu, induvidu dengan kelompok, antar kelompok, kelompok dengan organisasi atau antar organisasi. Ketika konflik muncul ( selain konflik didalam diri kita) biasanya akan ada ketegangan atau perselisihan. Melainkan jika konflik itu terjadi didalam diri kita sendiri maka akan ada perasaan bersalah, gelisah, atau merasa ada hal yang salah.
Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak pernah mengalami konflik dalam hidupnya, dosen pengajar saya pernah mengatakan kalau tanpa konflik hidup tidak berwarna. Apa yang dikatakan dosen saya benar karna terkadang ketika dapat melalui suatu konflik terlebih dengan orang lain atau lingkungan sekitar kita, kita dapat melihat apa yang selama ini tidak kita lihat. Saya ambil contoh di hidup saya sendiri, saya berteman dekat dengan sebuah kelompok, orang-orang disekeliling saya mengatakan itu bukan kelompok yang baik bagi saya tapi karna mereka baik terhadap saya, saya tidak mengindahkan pendapat tersebut. Suatu ketika terjadi konflik antara kami lalu saya menjauh untuk sementara dan tidak berhubungan dengan benar, mereka memang baik tidak ada yang salah dengan mereka tapi saya tidak cocok bersama mereka karna tidak akan mendorong saya untuk maju. Mereka baik dan ramah tapi dalam dunia perkuliahan mereka terlampau santai dan menganggap enteng jika saya tetap mengikuti “cara” mereka maka saya tidak akan bisa mendapatkan hasil yang maksimal seperti yang saya inginkan.
Konflik yang paling sering saya hadapi adalah konflik pribadi yaitu konflik didalam diri saya sendiri, saya termasuk orang yang mudah merasa bersalah pada orang lain dan tipe yang sulit menolak permintaan orang sehingga kadang apa yang saya mau tidak dapat saya utarakan. Menurut saya, saya cukup mudah bergaul akan tetapi saya merasa saya juga termasuk orang yang tertutup. Saya mudah percaya orang lain tetapi saya bukan orang yang mudah nyaman dengan orang lain, itu mengapa saya terkadang lebih memilih untuk sendiri dan tenggelam dalam dunia saya ketimbang bersama orang yang saya tidak nyaman jika dengannya.
Jika hal itu terjadi bukan berarti saya marah atau tidak suka pada orang itu saya hanya merasa tidak nyaman. Kembali ke soal susah menolak permintaan orang, pernah ada suatu kejadian ketika saya sehabis pulang kuliah ketika itu sekitar pukul 15.00 WIB, saya sudah menyusun rencana diotak saya, saya akan langsung pulang dan melakukan banyak hal yang tidak sempat saya lakukan kalau saya pulang sampai malam hari. Lalu teman saya menghampiri saya dan mengajak saya ikut karena mereka ramai-ramai mau menonton film saya sudah menolak dengan halus mengatakan kalau saya ada urusan dirumah tetapi mereka merajuk dengan mengatakan “ jahat nih kita kan rame-rame masa lo ga ikut sihh “ dan seperti saya bilang tadi saya orang yang sulit menilak permintaan orang lain, jadi saya akhirnya ikut menonton bersama mereka walaupun saya kurang menikmati filmnya. Dan begitu pulang kerumah saya menyesali keputusan saya karena hal-hal yang tadinya bisa saya selesaikan hari itu jadi terbengkalai dan lagi ketika pulang saya sudah kelelahan sehingga saya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan saya itu yang akhirnya malah menumpuk dan membuat saya pusing juga. Saat itu pun terjadi konflik dalam diri saya, 1 sisi diri saya yang lain menyalahkan keputusan saya dan mengapa saya tidak bisa menolak dengan tegas sedangkan sisi satunya lagi menganggap itu bukan masalah karena hal itu dapat saya selesaikan nanti dan juga tidak enak jika menolak permintaan temen-teman saya.
Orang terdekat saya pernah menasehati saya tentang ini, dia mengatakan jika memang saya tidak mau ya katakana aja tidak mau, jika memang sudah ada urusan ya katakana maaf karena sudah ada urusan. Mungkin memang mudah tapi jika saya berhadapan dengan mereka yang merajuk lagi-lagi saya tidak akan bisa menolak, saya tidak ingin mengecewakan mereka atau jika mereka sampai membenci saya tapi hati saya juga merasa tidak nyaman dan kurang sreg dengan situasi yang terjadi, pada akhirnya saya akan setengah-setengah karena apa yang saya lakukan bukan apa yang benar-benar ingin saya lakukan.
Orang yang menasehati saya itu bisa dibilang punya sifat 180 derajat berbeda dari saya, dia bukan orang peduli pada perasaan orang lain, terkesan blak-blakan kalau berbicara, bagi dia tidak peduli bgaimana perasaan orang yang diajaknya bicara yang penting dia jujur dan mengatakan apa yang memang ingin dia katakan. Saya pernah menyebutnya egois dengan sikapnya itu tapi dia malah menjawab kalau dia memang egois, untuk apa berpura-pura suka pada suatu hal kalau hatinya memang tidak suka, untuk apa mengorbankan hatinya melakukan apa yang tidak ingin dia lakukan. Dia bukan orang yang mudah bergaul bahkan terkesan sombong awalnya tapi dia memang begitu untuknya lebih baik diam daripada bersikpa sok kenal pada orang lain. Terkadang saya iri padanya karena menurut saya dia orang paling jujur yang pernah saya kenal, dia tidak pernah berkata bagus jika menurutnya itu jelek.
Dia mengajari saya untuk jujur pada apa yang saya rasakan, lakukan saja apa yang mau saya lakukan selama itu tidak melanggar peraturan karena pada dasarnya hati itu jujur. Saya sedang belajar untuk mulai mengikuti kata hati saya sehingga tidak akan ada pertentangan dalam diri saya jika saya melakukan apa yang tidak ingin saya lakukan. Seseorang juga mengajarkan saya untuk memberikan punishment pada diri kita jika kita tidak bisa mencapai apa yang ingin kita capai karena mengorbankannya untuk hal-hal yang tidak seharusnya ( seperti bermain atau malas ). Hal ini dilakukan agar kita lebih disiplin pada diri kita sendiri dan tidak mudah mengalihkan perhatian dari prioritas kita.
Akhirnya saya menemukan cara untuk mengatasi konflik yang ada didalam diri saya yaitu dengan memotivasi diri saya untuk lebih jujur dan tidak memaksakan keadaan. Kalau memang saya tidak mau melakukannya saya akan mengatakan tidak, dan jika orang memaksanya saya akan tetap teguh pada pendirian saya. Memberikan punishment pada diri kita juga dapat dijadikan salah satu solusi, selain memberikan hukuman pada ketidak displinan kita punishment tersebut juga dapat membuat kita bertanggung jawab pada apa yang ingin kita raih di awal komitmen kita meraih cita-cita.
Saya akan memikirkan akibat dari ketidak tegasan sikap saya dan itu akan membuat saya lebih tegas karena saya tidak mau kelalaian itu menumpuk dan akan jadi masalah dikemudian hari. Kita tidak perlu melawan konflik yang ada didalam diri kita, kita cuma perlu memikirkan mana yang terbaik untuk kita dan mengambil keputusan tepat yang tidak akan kita sesali kemudian hari. Adanya konflik didalam diri kita sebenarnya tidk perlu kita khawatirkan karena itu hanyalah berbagai macam pendapat yang terpikir diotak kita, hanya kembali kita bagaimana kita memilih dan menerapkan pendapat yang paling tepat. Ragu itu wajar, menyesal juga bukan hal yang aneh tetapi yang baik itu bagaimana kita mempelajari kesalahan kita yang lalu dan tidak mengulanginya sehingga tidak akan ada lagi penyesalan semacam itu.
Konflik bukan hal yang perlu disesali karena pasti ada hikmah dibalik konflik itu, akan ada hal yang selama ini tidak terlihat tetapi berkat konflik itu kita jadi tahu kalau hal yang tidak terlihat itu ternyata sangat membahagiakan seperti kasih sayang dari orang-orang sekitar kita.
sama banget kaya gw T.T
BalasHapushiks...
good article 'v'd
hehe iya yaa ??
BalasHapusyg bagian mananya nii yg sama ??